Wednesday, February 11, 2015

Persepsi Tanpa Uji Logika

Source: http://www.indiana.edu/~ensiweb/lessons/hori.lin.jpg
Andi dan Budi sedang berbicara dengan guru mereka, Pak Syaiful. 
Si Andi berkata, "Si Budi selalu berbohong."
Si Budi berkata, "Si Andi tidak pernah berbohong."

Informasi siapa yang harus dipercaya Pak Syaiful?

Asumsikan bahwa si Andi adalah pembohong, maka berdasarkan perkataan si Andi, maka si Budi bukan pembohong. Dengan demikian, informasi si Budi bisa dipercaya. Tetapi dengan konklusi awal tadi, informasi si Budi berarti bahwa si Andi tidak pernah berbohong. Konklusi ini tidak konsisten dengan asumsi awal.

Asumsikan bahwa si Andi bukan pembohong, maka si Budi adalah pembohong. Dengan demikian informasi dari si Budi tidak dapat dipercaya. Dengan konklusi tentang sifat si Budi tadi, informasi dari si Budi dapat ditafsirkan sebagai: Si Andi adalah pembohong. Konklusi ini tidak konsisten dengan asumsi awal.

Pak Syaiful pun tidak bisa berbuat banyak....

Ini adalah contoh sederhana bagaimana Pak Syaiful tidak dapat menarik kesimpulan tentang informasi siapa yang benar. Mirip dengan informasi dari media massa saat ini. Sangat sulit menentukan siapa yang "bohong" siapa yang "jujur". Dan realitanya, masalahnya tidak sesederhana "bohong" dan "jujur", karena ini masalah teknik penyampaian informasi. Dan pada akhirnya kita hanya dapat berkesimpulan "media memiliki kepentingan tersendiri", baik kepentingan politik, maupun sekedar mencari sensasi demi oplah semata.

Pak Syaiful di atas akhirnya tidak dapat berbuat banyak, karena pak Syaiful berusaha obyektif berdasarkan kaidah-kaidah logika.

Pak Syaiful dapat diibaratkan sebagai para pembaca / penonton / pendengar media massa saat ini. Pak Syaiful bisa saja mengambil kesimpulan bahwa si Andi yang benar, mungkin karena si Andi terlihat lebih sopan dan si Budi tidak. Atau mungkin Pak Syaiful lebih percaya kepada si Andi karena si Andi beragama yang sama dengannya dan si Budi tidak. Atau bahkan pak Syaiful lebih percaya Andi karena beliau benci sekali dengan Budi. Pokoknya benci, tidak ada pintu maaf bagi si Budi.

Pada akhirnya, "logical deadlock" seperti contoh di atas dengan terburu-buru disimpulkan melalui persepsi yang sangat subyektif.

Seringkali kita menyalahkan media massa atas informasi yang simpang siur. Tetapi sebenarnya kesalahan juga ada pada persepsi kita sendiri sebagai penikmat media massa. Bahkan itulah kesalahan terbesarnya: Persepsi yang tidak diuji dengan logika akan menghasilkan pengambilan kesimpulan yang salah.

No comments:

Post a Comment