Sunday, February 7, 2016

Peradaban Instan

Kelihatannya ciri khas peradaban yang putus asa adalah ketika masyarakatnya mulai mengesampingkan proses. Dulu kita diajarkan orang tua kita bahwa untuk menjadi insinyur, kita harus menyelesaikan tahapan sekolah mulai dari TK, SD, SMP, SMA, sampai S1. Syukur-syukur sampai S2. Tentu saja, syaratnya adalah nilai-nilainya di atas nilai threshold.

Saat ini kita dihadapkan pada paradigma instan, pragmatis.Bagaimana kita mulai dicekoki jargon-jargon "menjadi kaya tanpa bekerja", "kita bisa kok menjadi pakar multimedia tanpa pernah mengenyam pendidikan di bidang tersebut", "kita bisa kok membuat robot tanpa harus belajar kinematika dan dinamika".

Benarkah kita dapat melangkahi step-step "konvensional" untuk mencapai level yang sama dengan orang-orang "konvensional"?

Benarkah kita dapat menjadi kaya seperti orang-orang kaya yang memiliki banyak perusahaan dan memulai usahanya dari jualan tahu keliling?

Mungkin bisa. Tetapi satu hal yang pernah saya dapatkan dari seorang rekan, bahwa satu hal yang tidak didapat orang yang menempuh jalan pintas adalah fundamental.Seorang pengusaha sukses pasti memiki fundamental berupa mentalitas seorang pengusaha. Artinya, dia pernah merasakan rugi Rp. 10 juta, kemudian bangkit, mungkin rugi lagi Rp. 20 juta, kemudian bangkit lagi, dan begitu seterusnya sampai akhirnya mencapai level eksistensi yang sekarang. Dan seorang kawan pernah bercerita bahwa orang tuanya pernah rugi sampai Rp. 10 milyar, tetapi tetap bangkit. Itulah fundamental seorang pengusaha. Kemampuan untuk bangkit tidak bisa didapatkan dengan instan, kalau kita baca dari biografi banyak pengusaha.

Apakah fundamental seperti itu bisa kita dapatkan dengan resep "kaya dengan cepat"?
Apakah orang-kaya-mendadak ini tahan menghadapi kerugian sampai Rp. 100 juta misalnya?
Saya sendiri tidak percaya.

Semester ini saya banyak mendapatkan "bujuk rayu" dari beberapa mahasiswa, memohon agar nilai akhirnya dinaikkan karena dia ingin mengambil SKS lebih banyak sehingga cepat lulus. Misalnya dari nilai E ke C.

What ???? Are you nuts?

Saya harus menyenangkan Anda dengan menipu Anda dengan mengataan bahwa Anda memiliki fundamental pemahaman ilmu padahal sebenarnya tidak? Bahwa pada kenyataannya, Anda tidak mengikuti proses dan lebih layak dapat E, kemudian Anda berharap mendapat belas kasihan dan mendapat C dengan diberi tugas tambahan? Anda berpikir bahwa kualitas Anda terdongkrak dengan tugas tambahan yang hanya seminggu? Anda merasa bisa lebih baik daripada kawan Anda yang mendapat C dengan proses 1 semester? Dan Anda menyukai itu?

Dunia sudah gila. 

Untunglah, mahasiswa tersebut masih bisa saya nasehati. Ini mulai menyadarkan saya, betapa peradaban kita sudah mulai tidak menghargai proses. Dunia mulai meninggalkan fundamental-fundamental yang dibutuhkan untuk eksis. 

Bahkan beberapa orang mulai berpikir untuk melakukan jalan pintas menuju surga "hanya" dengan membawa bom dan membunuh banyak orang "kafir"....